1.1 Latar Belakang
Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan
di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan
utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan
bedah, misalnya pada perforasi, perdarahan intraabdomen, infeksi, obstruksi dan
strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan
kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang
sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya
apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran
cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen.
Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi
bakteri (secara inokulasi kecil-kecilan); kontaminasi yang terus menerus,
bakteri yang virulen, resistensi yang menurun, dan adanya benda asing atau
enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya
peritonitis.
Keputusan untuk melakukan tindakan
bedah harus segera diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan
penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Ketepatan
diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan analisis
pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Dalam penulisan referat ini akan dibahas mengenai penanganan
peritonitis. Peritonitis selain disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen yang
berupa inflamasi dan penyulitnya, juga oleh ileus obstruktif, iskemia dan
perdarahan. Sebagian kelainan disebabkan oleh cidera langsung atau tidak
langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan.
Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane
serosa rongga abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang
dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis / kumpulan tanda dan gejala,
diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan
tanda-tanda umum inflamasi.
Peritonitis merupakan sebuah proses peradangan pada membrane
serosa yang melingkupi kavitas abdomen dan organ yang terletak didalamnyah.
Peritonitis sering disebabkan oleh infeksi peradangan lingkungan sekitarnyah
melalui perforasi usus seperti rupture appendiks atau divertikulum karena
awalnya peritonitis merupakan lingkungan yang steril. Selain itu juga dapat
diakibatkan oleh materi kimia yang irritan seperti asam lambung dari perforasi
ulkus atau empedu dari perforasi kantung empeduatau laserasi hepar. Pada wanita
sangat dimungkinkan peritonitis terlokalisasi pada rongga pelvis dari infeksi
tuba falopi atau rupturnya kista ovari. Kasus peritonitis akut yang tidak
tertangani dapat berakibat fatal.
2.2 Etiologi
Bentuk peritonitis yang paling
sering ialah Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) dan peritonitis sekunder. SBP
terjadi bukan karena ninfeksi
intra abdomen,tetapi biasanya terjadi pada pasien yang asites terjadi
kontaminasi hingga kerongga peritoneal sehinggan menjadi translokasi bakteri
munuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang terjadi penyebaran
hematogen jika terjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang kronik. Semakin
rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi risiko terjadinya
peritonitis dan abses. Ini terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah antar
molekul komponen asites pathogen yang paling sering menyebabkan infeksi adalah
bakteri gram negative E. Coli 40%, Klebsiella pneumoniae 7%, spesies
Pseudomonas, Proteus dan gram lainnya 20% dan bakteri gram positif yaitu
Streptococcus pnemuminae 15%, jenis Streptococcus lain 15%, dan golongan
Staphylococcus 3%, selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri.
Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau
nekrosis (infeksi transmural) organ-organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga
peritoneal terutama disebabkan bakteri gram positif yang berasal dari saluran
cerna bagian atas. Peritonitis tersier terjadi karena infeksi peritoneal
berulang setelah mendapatkan terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat,
bukan berasal dari kelainan organ, pada pasien peritonisis tersier biasanya
timbul abses atau flagmon dengan atau tanpa fistula. Selain itu juga terdapat
peritonitis TB, peritonitis steril atau kimiawi terjadi karena iritasi
bahan-bahan kimia, misalnya cairan empedu, barium, dan substansi kimia lain
atau prses inflamasi transmural dari organ-organ dalam (Misalnya penyakit
Crohn).
|
2.3 Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah
keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara
perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya
sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi
menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat
mengakibatkan obstuksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan
membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat
dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator,
seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga
membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh
mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh
ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah
jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.
|
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding
abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah
kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga
peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan
oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan
hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang
tidak ada, serta muntah.Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus,
lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh
menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan
peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan
perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul
ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan
elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan
sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung
usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan
mengakibatkan obstruksi usus.
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat
menimbulkan ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi
peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini
dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai
terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus
stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi
iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi
perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat
terjadi peritonitis.
|
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus
yang disebabkan kuman S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari
makan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung,
sebagian lagi masuk keusus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di
ileum terminalis yang mengalami hipertropi ditempat ini komplikasi perdarahan
dan perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi ileum pada tifus biasanya
terjadi pada penderita yang demam selama kurang lebih 2 minggu yang disertai
nyeri kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan,
defans muskuler, dan keadaan umum yang merosot karena toksemia.
Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan
peritoneum yang mulai di epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat
peritonitis generalisata. Perforasi lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan
peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat
seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan di
daerah epigastrium karena rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu dan
atau enzim pankreas. Kemudian menyebar keseluruh perut menimbulkan nyeri
seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang fase ini
disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsangan
peritoneum berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini akan
mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis
bakteria.
|
Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh
penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda
asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan
mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan,makin lama mukus tersebut
makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe
yang mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi
vena sehingga udem bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi
infark dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding
apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis
baik lokal maupun general.
Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma
tumpul abdomen dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila
mengenai organ yang berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial yang
timbul sesuai dengan isi dari organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang
bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses. Rangsangan kimia onsetnya
paling cepat dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas,
misalnya didaerah lambung maka akan terjadi perangsangan segera sesudah trauma
dan akan terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah seperti
kolon, mula-mula tidak terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu
untuk berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena
perangsangan peritoneum.
2.4 Klasifikasi
Berdasarkan
patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
A. Peritonitis
Bakterial Primer
1.
Merupakan peritonitis akibat
kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum peritoneum dan tidak
ditemukan fokus
infeksi dalam abdomen.
Penyebabnya
bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus.
Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:
Spesifik
: misalnya Tuberculosis.
2.
Non spesifik: misalnya pneumonia non
tuberculosis an Tonsilitis.
Faktor
resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan
intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.
Kelompok
resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus
eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.
B. Peritonitis
Bakterial Akut Sekunder (Supurativa)
Peritonitis
yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal atau
tractus urinarius. Pada umumnya organism tunggal tidak akan menyebabkan
peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat
terjadinya infeksi ini. Bakterii anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat
memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi.
Selain
itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu
peritonitis. Kuman dapat berasal dari:
·
Luka/trauma penetrasi, yang membawa
kuman dari luar masuk ke dalam cavum peritoneal.
·
Perforasi organ-organ dalam perut,
contohnya peritonitis yang disebabkan oleh bahan kimia, perforasi usus sehingga
feces keluar dari usus.
· Komplikasi dari proses inflamasi
organ-organ intra abdominal, misalnya appendisitis.
C. Peritonitis
tersier, misalnya:
·
|
Peritonitis yang disebabkan oleh jamur
· Peritonitis yang sumber kumannya
tidak dapat ditemukan.
Merupakan
peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya empedu,
getah lambung, getah pankreas, dan urine.
D.
Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:
Ø Aseptik/steril peritonitis
Ø Granulomatous peritonitis
Ø Hiperlipidemik peritonitis
Ø Talkum
peritonitis
2.5 Tanda dan Gejala
Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat
yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi,
dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki
punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan
terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk
menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum.
Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat
pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi
positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes
berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan
penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis,
atau penggunaan analgesic), penderita dnegan paraplegia dan penderita
geriatric.
|
2.6 Komplikasi
Eviserasi Luka
Pembentukan abses
2.7 Pemeriksaan Penunjang
1.
Test laboratorium
Leukositosis
Hematokrit meningkat
Asidosis metabolik
2.
X. Ray
Foto
polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan :
Illeus merupakan penemuan yang tak khas
pada peritonitis.
Usus halus dan usus besar dilatasi.
Udara bebas dalam rongga abdomen
terlihat pada kasus perforasi.
2.8 Diagnosa Keperawatan yang Muncul
- Nyeri bd proses inflamasi, demam dan kerusakan jaringan.
- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd muntah dan penghisapan usus.
2.9 Intervensi
Diagnosa
Keperawatan I :
|
Nyeri
bd proses inflamasi, demam dan kerusakan jaringan
Tujuan
:
Persepsi
klien tentang nyeri menurun, ditandai penurunan skala nyeri, dan tidak
meringis.
Intervensi
:
- Kaji dan catat karakter dan beratnya nyeri setiap 1-2 jam
- Setelah diagnosis, berikan narkotik, analgetik dan sedatif sesuai program untuk meningkatkan kenyamanan dan istirahat.
- Pertahankan tirah baring ; istirahat, lingkungan yang tenang.
- Pertahankan posisi nyaman ; semifowler.
Diagnosa
Keperawatan II :
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd muntah dan penghisapan usus.
Tujuan
:
Nutrisi
pasien adekuat, ditandai BB stabil, albumin serum 3,5 s/d 5,5 g/dl.
Intervensi
:
- Pertahankan pasien puasa sesuai program selama fase akut.
- Bila mengalami ileus, selang NG akan dipasang untuk dekompresi abdomen.
·
|
- Berikan cairan secara bertahap bila motilitas telah kembali, dibuktikan bising usus, penurunan distensi dan pasase flatus.
- Bila diprogramkan dukung pasien dengan nutrisi parenteral.
- Berikan pengganti cairan, elektrolit dan vitamin sesuai program.
2.10 Penatalaksanaan Medis
- Bila peritonitis meluas dan pembedahan dikontraindikasikan karena syok dan kegagalan sirkulasi, maka cairan oral dihindari dan diberikan cairan vena untuk mengganti elektrolit dan kehilangan protein. Biasanya selang usus dimasukkan melalui hidung ke dalam usus untuk mengurangi tekanan dalam usus.
- Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah dan perbaikan dapat diupayakan.
- Pembedahan mungkin dilakukan untuk mencegah peritonitis, seperti apendiktomi. Bila perforasi tidak dicegah, intervensi pembedahan mayor adalah insisi dan drainase terhadap abses.
2.11 Dampak KDM
Ruptur
perineu → Luka
→ Terputusnya kontinuitas jaringan → memudahkan mikroorganisme masuk
kedalam tubuh → Pengeluaran
zat-zat mediator kimia →
kuman berkembang biak → Bradikinin,
histamine, serotonin → menyebabkan
infeksi → Rangsangan
ujung saraf(nociseptor) → Saraf afferent Thalamus Cortex cerebri → Saraf afferent Nyeri → dipersepsikan Nyeri
|
2.12 Pengobatan
Prinsip
umum terapi pada peritonitis adalah :
a)
Penggantian cairan dan elektrolit
yang hilang yang dilakukan secara intravena.
b)
Terapi antibiotika memegang peranan
yang sangat penting dalam pengobatan infeksi nifas.
Karena pemeriksaan-pemeriksaan ini memerlukan waktu, maka
pengobatan perlu dimulai tanpa menunggu hasilnya. Dalam hal ini dapat diberikan
penicillin dalam dosis tinggi atau antibiotika dengan spectrum luas, seperti
ampicillin dan lain-lain.
c)
Terapi analgesik diberikan untuk
mengatasi nyeri.
Antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan
muntah. Intubasi usus dan pengisapan membantu dalam menghilangkan distensi
abdomen dan meningkatkan fungsi usus. Cairan dalam rongga abdomen dapat
menyebabkan tekanan yang membatasi ekspansi paru dan menyebabkan distress
pernapasan.
Terapi oksigen dengan kanula nasal
atau masker akan meningkatkan oksigenasi secara adekuat, tetapi kadang-kadang
intubasi jalan napas dan bantuan ventilasi diperlukan.
d)
|
Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan
memperbaiki penyebab.
Tindakan pembedahan diarahkan kepada
eksisi terutama bila terdapat apendisitis, reseksi dengan atau tanpa
anastomosis (usus), memperbaiki pada ulkus peptikum yang mengalami perforasi
atau divertikulitis dan drainase pada abses. Pada peradangan pankreas
(pankreatitis akut) atau penyakit radang panggul pada wanita, pembedahan
darurat biasanya tidak dilakukan. Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu
beberapa macam antibiotik diberikan bersamaan.
Disamping pengobatan dengan antibiotika, tindakan-tindakan
untuk mempertinggi daya tahan badan tetap perlu dilakukan. Perawatan baik
sangat penting, makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan hendaknya
diberikan dengan cara yang cocok dengan keadaan penderita, dan bila perlu
transfusi darah dilakukan.
Pada sellulitis pelvika dan pelvioperitonitis perlu
diamat-amati dengan seksama apakah terjadi abses atau tidak. Jika terjadi
abses, abses harus dibuka dengan menjaga supaya nanah tidak masuk kedalam
rongga peritoneum dan pembuluh darah yang agak besar tidak sampai dilukai.
2.13 Prognosis
Prognosis untuk peritonitis lokal dan ringan adalah baik,
sedangkan pada peritonitis umum prognosisnya mematikan akibat organisme
virulen.
Endometriosis
A. Pengertian
Endometritis
Endometritis adalah keradangan pada dinding uterus yang
umumnya disebabkan oleh partus. Dengan kata lain endometritis didefinisikan
sebagai inflamasi dari endometrium. Derajat efeknya terhadap fertilitas
bervariasi dalam hal keparahan radang, waktu yang diperlukan untuk penyembuhan
lesi endometrium, dan tingkat perubahan permanen yang merusak fungsi dari glandula
endometrium dan/atau merubah lingkungan uterus dan/atau oviduk. Organisme
nonspesifik primer yang dikaitkan dengan patologi endometrial adalah
Corynebacterium pyogenes dan gram negatif anaerob.
Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam
dari rahim). Infeksi ini dapat terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks
atau infeksi tersendiri dan terdapat benda asing dalam rahim.
B. Etiologi
Endometritis
Kuman-kuman memasuki endometrium, biasanya pada luka bekas
insersio plasenta, dan dalam waktu singkat mengikutsertakan seluruh
endometrium. Pada infeksi dengan kuman yang tidak seberapa pathogen,
radang terbatas pada endometrium. Jaringan desidua bersama-sama dengan
bekuan darah menjadi nekrotis dan mengeluarkan getah berbau dan terdiri atas
keeping-keping nekrotis serta cairan. Pada batas antara daerah yang
meradang dan daerah yang sehat terdapat lapisan yang terdiri atas
leukosit-leukosit. Pada infeksi yang lebih berat, batas endometrium dapat
dilampaui dan terjadilah penjalaran.
Terjadinya infeksi endometrium pada saat:
a. Persalinan, dimana bekas implantasi
plasenta masih terbuka, terutama pada persalinan terlantar dan persalinan
dengan tindakan.
b. Pada saat terjadi keguguran.
c. Saat pemasangan alat rahim (IUD)
yang kurang legeartis.
Diduga uterus dan isinya steril selama kehamilan normal dan
lebih dulu melahirkan. Kemudian waktu kelahiran atau setelah itu lumen uterus
terkontaminasi mikroorganisme dari lingkungan, mikroorganisme, kulit dan feses
melalui relaksasi peritoneum, vulva dan dilatasi cervik.
Ada berbagai macam faktor predisposisi dari endometritis. Ada sinergisme antara A. pyogenes, F. necrophorum, dan Prevotella melaninogenicus, menyebabkan lebih beratnya kasus endometritis. Gangguan mekanisme pertahanan uterus seperti involusi uterus atau fungsi neutrofil akan menunda fungsi eliminasi kontaminasi bakteri. Distosia, kelahiran kembar atau kematian janin dan inseminasi buatan meningkatkan kesempatan untuk kontaminasi pada traktus genital. Retensi membrane fetus adalah faktor predisposisi endometritis dan berhubungan dengan peningkatan endometritis berat.
Ada berbagai macam faktor predisposisi dari endometritis. Ada sinergisme antara A. pyogenes, F. necrophorum, dan Prevotella melaninogenicus, menyebabkan lebih beratnya kasus endometritis. Gangguan mekanisme pertahanan uterus seperti involusi uterus atau fungsi neutrofil akan menunda fungsi eliminasi kontaminasi bakteri. Distosia, kelahiran kembar atau kematian janin dan inseminasi buatan meningkatkan kesempatan untuk kontaminasi pada traktus genital. Retensi membrane fetus adalah faktor predisposisi endometritis dan berhubungan dengan peningkatan endometritis berat.
C. Gambaran
Klinik Endometritis
Gambaran klinik tergantung jenis dan virulensi kuman, daya
tahan penderita, dan derajat trauma pada jalan lahir. Kadang-kadang
lochia tertahan oleh darah, sisa-sisa palsenta dan selaput ketuban.
Keadaan ini dinamakan lokiometra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu yang
segera hilang setelah rintangan diatasi. Uterus pada endometriosis agak
membesar, serta nyeri pada perabaan, dan lembek. Pada endometritis yang
tidak meluas, penderita pada hari-hari pertama merasa kurang sehat dan perut
nyeri. Mulai hari ke-3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi
dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun dan dalam kurang lebih satu minggu
keadaan sudah normal kembali. Lokia pada endometritis, biasanya bertambah
dan kadang-kadang berbau. Hal yang terakhir ini tidak boleh menimbulkan
anggapan bahwa infeksinya berat. Malahan infeksi berat kadang-kadang
disertai oleh lokia yang sedikit dan tidak berbau.
Endometritis dapat terjadi penyebaran:
- Miometritis (infeksi otot rahim)
- Parametritis (infeksi sekitar rahim)
- Salpingitis (infeksi saluran telur)
- Ooforitis (infeksi indung telur)
- Dapat terjadi sepsis (infeksi menyebar)
- Pembentukan pernanahan sehingga terjadi abses pada tuba atau indung telur.
D. Jenis-jenis
Endometritis
- Endometritis Akut
Terutama terjadi pada postpartum atau postabortum.
Pada endometritis postpartum, regenerasi endometrium selesai pada hari ke-9, sehingga
endometritis postpartum pada umumnya terjadi sebelum hari ke-9.
Endometritis postabortum terutama terjadi pada abortus provocatus.
Endometritis juga dapat terjadi pada masa senil.
Pada endometritis akuta endometrium mengalami edema dan
hiperemi, dan pada pemeriksaan mikroskopik terdapat hiperemi, edema, dan
infiltrasi leukosit berinti polimoni yang banyak, serta perdarahan-perdarahan
interstisial. Sebab yang paling penting ialah infeksi gonorea dan infeksi pada
abortus dan partus.
Infeksi gonorea mulai sebagai servisitis akuta, dan radang
menjalar ke atas dan menyebabkan endometritis akuta. Infeksi gonorea akan
dibahas secara khusus, dan oleb sebab itu tidak dibicarakan lebib lanjut di
sini. Infeksi post abortum dan post partum sering terdapat oleh karena
luka-luka pada serviks uteri, luka pada dinding uterus bekas tempat plasenta,
yang merupakan porte d’entree bagi kuman-kuman patogen. Selain in, alat-alat
yang digunakan pada abortus dan partus dan tidak sucihama dapat membawa
kuman-kuman ke dalam uterus.
Pada abortus septic dan sepsis puerperalis infeksi lebih
cepat meluas ke miometrium dan melalui pembuluh-pembuluh darah dan limfe dapat
menjalar ke parametrium, tuba dan ovarium serta ke peritoneum di
sekitarnya. Gejala-gejala endometritis akuta dalam hal ini diselubungi
oleh gejala-gejala penyakit dalam keseluruhannya. Penderita panas tinggi,
kelihatan sakit keras, keluar leukorea yang bernanah, dan uterus serta daerah
di sekitarnya nyeri pada perabaan.
Sebab lain endometritis akuta ialah tindakan yang dilakukan
dalam uterus di luar partus atau abortus, seperti kerokan, memasukkan radium ke
dalam uterus, memasukkan IUD (intra-uterine device) ke dalam uterus, dan
sebagainya. Tergantung dari virulensi kuman yang dimasukkan dalam uterus,
apakah endometritis akuta tetap terbatas pada endometrium, atau menjalar ke
jaringan di sekitarnya. Endometritis akuta yang disebabkan oleh
kuman-kuman yang tidak seberapa pathogen umumnya dapat diatasi atas kekuatan
jaringan sendiri, dibantu dengan pelepasan lapisan fungsional dari endometrium
pada waktu haid. Dalam pengobatan endometritis akuta yang paling penting
ialah berusaha mencegah agar infeksi tidak menjalar.
Gejala-gejala:
a. Demam
b. Lochia berbau, pada endometritis
postabortum kadang-kadang keluar fluor yang purulent.
c. Lochia lama berdarah, malahan
terjadi metrorrhagi.
d. Jika radang tidak menjalar ke
parametrium atau perimetrium tidak ada nyeri.
e. Nyeri pada palpasi abdomen (uterus)
dan sekitarnya.
- Endometritis Kronik
Kasusnya jarang ditemui oleh karena infeksi yang tidak dalam
masuknya pada miometrium, tidak dapat mempertahankan diri, karena pelepasan
lapisan fungsional dari endometrium pada waktu haid. Pada pemeriksaan
mikroskopik ditemukan banyak sel-sel plasma dan limfosit. Penemuan
limfosit saja tidak besar artinya karena sel itu juga ditemukan dalam keadaan
normal dalam endometrium.
Gejala-gejala klinis endometritis kronika ialah, leukorea
dan menoragia. Pengobatannya tergantung dari penyebabnya.
Endometritis knonika ditemukan:
Endometritis knonika ditemukan:
a. pada tuberkulosis;
b. jika tertinggal sisa-sisa abortus
atau partus;
c. jika terdapat korpus alienum di
kavum uteri;
d. pada polip uterus dengan infeksi;
e. pada tumor ganas uterus;
f. pada salpingo-ooforitis dan
sellulitis pelvik.
g. Fluor albus yang keluar dari ostium
h. Kelainan haid seperti metrorrhagi
dan menorrhagi
Endometritis kronika yang lain umumnya akibat infeksi yang
terus-menerus karena adanya benda asing atau polip/tumor dengan infeksi di
dalam kavum uteri. Dahulu diagnosis endometritis kronika lebih sering
dibuat daripada sekarang. Sejak penelitian fundamental dari Hitshcmann
dan Adler tentang histology endometrium selama siklus haid, diketahui bahwa
banyak perubahan yang ditemukan dalam endometrium dan yang dahulu dianggap
patologik adalah gambaran normal dari endometrium dalam berbagai fase siklus
haid.
Endometritis tuberkulosa terdapat pada hampir setengah
kasus-kasus tuberculosis genital. Pada pemeriksaan mikrskopik ditemukan
tuberkel di tengah-tengah endometrium yang beradang menahun.
Endometritis tuberkulosa umumnya timbul sekunder pada
penderita dengan salpingitis tuberkulosa. Pada penderita dengan
tuberculosis pelvic yang asimptomatik, endometritis tuberkulosa ditemukan bila
pada seorang wanita dengan infertilitas dilakukan biopsy endometrial dan
ditemukan tuberkel dalam sediaan. Terapi yang kausal terhadap
tuberculosis biasanya dapat menyebabkan timbulnya haid lagi.
Pada abortus inkompletus dengan sisa-sisa tertinggal dalam
uterus terdapat desidua dan villi korialis di tengah-tengah radang menahun
endometrium.
Pada partus dengan sisa plasenta masih tertinggal dalam
uterus, terdapat peradangan dan organisasi dari jaringan plasenta tersebut
disertai gumpalan darah, dan terbentuklah apa yang dinamakan polip plasenta.
E. Diagnosa
Endometritis
Secara klinis karakteristik endometritis dengan adanya
pengeluaran mucopurulen pada vagina, dihubungkan dengan ditundanya involusi
uterus. Diagnosa endometritis tidak didasarkan pada pemeriksaan histologis dari
biopsy endometrial. Tetapi pada kondisi lapangan pemeriksaan vagina dan palpasi
traktus genital per rectum adalah teknik yang sangat bermanfaat untuk diagnosa
endometritis. Pemeriksaan visual atau manual pada vagina untuk abnormalitas
pengeluaran uterus adalah penting untuk diagnosa endometritis, meski isi vagina
tidak selalu mencerminkan isi dari uterus. Flek dari pus pada vagina dapat
berasal dari uterus, cervik atau vagina dan mukus tipis berawan sering dianggap
normal. Sejumlah sistem penilaian telah digunakan untuk menilai tingkat
involusi uterus dan cervik, pengeluaran dari vagina alami. Sistem utama yang
digunakan adalah kombinasi dari diameter uterus dan cervik, penilaian isi dari
vagina.
Sangat penting untuk dilakukan diagnosa dan memberi
perlakuan pada kasus endometritis di awal periode post partum. Setiap ibu harus
mengalami pemeriksaan postpartum dengan segera pada saat laktasi sebagai bagian
dari program kesehatan yang rutin. Kejadian endometritis dapat didiagnosa
dengan adanya purulen dari vagina yang diketahui lewat palpasi rektal. Diagnosa
lebih lanjut seperti pemeriksaan vaginal dan biopsi mungkin diperlukan. Yang
harus diperhatikan pada saat palpasi dan pemeriksaan vaginal meliputi ukuran
uterus, ketebalan dinding uterus dan keberadaan cairan beserta warna, bau dan
konsistensinya. Sejarah tentang trauma kelahiran, distosia, retensi plasenta
atau vagina purulenta saat periode postpartum dapat membantu diagnosa
endometritis. Pengamatan oleh inseminator untuk memastikan adanya pus,
mengindikasikan keradangan pada uterus. Sejumlah kecil pus yang terdapat
pada pipet inseminasi dan berwarna keputihan bukanlah suatu gejala yang
mangarah pada endometritis. Keradangan pada cervix (cervisitis) dan vagina (vaginitis)
juga mempunyai abnormalitas seperti itu. Bila terdapat sedikit cairan pada saat
palpasi uterus, penting untuk melakukan pemeriksaan selanjutnya yaitu dengan
menggunakan spekulum. Untuk beberapa kasus endometritis klinis atau
subklinis, diagnosa diperkuat dengan biopsy uterin. Pemeriksaan mikroskopis
dari jaringan biopsy akan tampak adanya peradangan akut atau kronik pada
dinding uterus. Pemeriksaan biopsi uterin dapat untuk memastikan terjadinya
endometritis dan adanya organisme di dalam uterus. Tampak daerah keradangan
menunjukkan terutama neutrofil granulocyte dan dikelilingi jaringan nekrosis
dengan koloni coccus.
Cara sederhana juga adalah dengan melakukan pemeriksaan
manual pada vagina dan mengambil mukus untuk di inspeksi. Keuntungan teknik ini
adalah murah, cepat, menyediakan informasi sensory tambahan seperti deteksi
laserasi vagina dan deteksi bau dari mukus pada vagina. Satu prosedur adalah
pembersihan vulva menggunakan paper towel kering dan bersih, sarung tangan
berlubrican melalui vulva ke dalam vagina. Pinggir, atas dan bawah dinding
vagina dan os cervik eksterna dipalpasi dan isi mukus vagina diambil untuk
diperiksa. Tangan biasanya tetap di vagina untuk sekurangnya 30 detik.
Pemeriksaan vagina manual telah sah dan tidak menyebabkan kontaminasi bakteri
uterus, menimbulkan phase respon protein akut atau menunda involusi uterus.
Tetapi operator sadar bahwa vaginitis dan cervicitis mungkin memberikan hasil
yang salah. Vaginoscopy dapat dilakukan dengan menggunakan autoclavable
plastik, metal atau disposable foil- lined cardboard vaginoscope, yang
diperoleh adalah inspeksi dari isi vagina. Tetapi mungkin ada beberapa
resistensi menggunakan vaginoscop karena dirasa tidak mudah, potensial untuk
transmisi penyakit dan harganya. Alat baru untuk pemeriksaan mukus vagina
terdiri dari batang stainless steel dengan hemisphere karet yang digunakan
untuk mengeluarkan isi vagina.
F. Penanganan
Endometritis
- Endometritis Akut
Terapi:
a.
Pemberian uterotonika
b.
Istirahat, posisi/letak Fowler
c.
Pemberian antibiotika
d. Endometritis senilis, perlu dikuret
untuk mengesampingkan diagnosa corpus carcinoma. Dapat diberi estrogen.
- Endometritis Kronik
Terapi:
Perlu dilakukan kuretase untuk
diferensial diagnosa dengan carcinoma corpus uteri, polyp atau myoma
submucosa. Kadang-kadang dengan kuretase ditemukan emndometritis
tuberkulosa. Kuretase juga bersifat terapeutik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar