ADAPTASI FISIOLOGI
FETUS DARI INTRAUTERINE KE EKSTRAUTERINE
Beberapa saat
dan beberapa jam pertama kehidupan ekstrauterine adalah salah satu masa yang
paling dinamis dari seluruh siklus kehidupan. Pada saat lahir, bayi baru lahir
berpindah dari ketergantungan total ke kemandirian fisiologis. Proses perubahan
yang rumit ini dikenal sebagai periode transisi.
I.
Perubahan Pernafasan
Sistem pernafasan adalah sistem yang paling tertantang ketika
perubahan dari lingkungan intrauterine ke lingkungan ekstrauterine, bayi baru
lahir harus segera mulai bernafas begitu lahir ke dunia. Organ yang bertanggung
jawab untuk oksigenasi janin sebelum bayi lahir adalah plasenta. Janin
mengembangkan otot-otot yang diperlukan untuk bernafas dan menunjukkan gerakan
bernafas sepanjang trimester kedua dan ketiga. Alveoli berkembang sepanjang
gestasi, begitu juga dengan kemampuan janin untuk menghasilkan surfaktan,
fosfolipid yang mengurangi tegangan permukaan pada tempat pertemuan antara
udara-alveoli. Ruang interstitial sangat tipis sehingga memungkinkan kontak
maksimum antara kapiler dan alveoli untuk pertukaran udara.
Janin cukup bulan mengalami penurunan cairan paru pada
hari-hari sebelum persalinan dan selama persalinan. Itu terjadi sebagai respons
terhadap peningkatan hormon stress dan terhadap peningkatan protein plasma yang
bersirkulasi. Pada saat lahir hingga 35% cairan paru janin hilang. Terdapat
peristiwa-peristiwa biokimia, seperti hipoksia relatif di akhir persalinan dan
stimulus fisik terhadap neonates seperti udara dingin, nyeri, cahaya, yang
menyebabkan perangsangan pusat pernafasan.
Upaya mengambil nafas pertama dapat sedikit dibantu dengan
penekanan toraks yang terjadi pada menit-menit terakhir kehidupan janin.
Tekanan yang tinggi pada toraks ketika janin melalui vagina tiba-tiba hilang
ketika bayi lahir. Cairan yang mengisi mulut dan trakea keluar sebagian dan
udara mulai mengisi saluran trakea.
Beberapa perubahan fisiologis pada transisi fetal neonatal
antara lain adalah :
a. Sebelum
lahir, paru terisi cairan dan oksigen yang dipasok oleh plasenta. Pembuluh
darah yang memasok dan mengaliri paru mengalami kontraksi sehingga sebagian
besar darah dari sisi kanan jantung melewati paru dan mengalir melalui duktus
arteriosus menuju aorta
b. Sesaat
sebelum lahir dan selama persalinan, produksi cairan paru berkurang
c. Selama
menuruni jalan lahir, dada bayi tertekan dan sejumlah cairan paru keluar
melalui trakea
d. Sejumlah
rangsangan (stimulus) baik yang bersifat termal, kimiawi, maupun taktil memulai
terjadinya pernafasan
e. Tarikan
nafas pertama biasanya terjadi dalam beberapa detik pascalahir. Tekanan
intratoraks yang tinggi diperlukan untuk mencapai hal ini. sebagian besar
cairan paru terserap ke dalam aliran darah atau limfatik dalam beberapa menit
setelah lahir
f.
Pengisian udara ke dalam paru disertai dengan
peningkatan tegangan oksigen arterial, aliran darah arteri pulmonalis meningkat
dan resistensi vaskuler pulmonal kemudian turun
g. Penjepitan
tali pusat menghilangkan sirkulasi plasenta yang memiliki resistensi rendah.
Keadaan ini menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler perifer dan peningkatan
tekanan darah sistemik
h. Terdapat
penutupan fungsional duktus arteriosus akibat penurunan resistensi vaskular
pulmonal dan peningkatan resistensi vaskular sistemik.
II.
Perubahan Sirkulasi
Aliran darah dari plasenta berhenti pada saat tali pusat di
klem. Tindakan ini meniadakan suplai oksigen plasenta dan menyebabkan
terjadinya serangkaian reaksi selanjutnya. Reaksi-reaksi ini dilengkapi dengan
reaksi-reaksi yang terjadi dalam paru sebagai respons terhadap tarikan nafas
pertama.
Sirkulasi janin memiliki karakteristik berupa sistem
bertekanan rendah. Karena paru adalah organ tertutup yang berisi cairan, paru
memerlukan aliran darah yang minimal. Sebagian besar darah janin yang teroksigenasi
melalui paru dan malah mengalir melalui lubang antara atrium kanan dan kiri
yang disebut foramen ovale. Darah yang kaya akan oksigen ini kemudian secara
istimewa mengalir ke otak melalui duktus arteriosus.
Karena tali pusat diklem, sistem bertekanan rendah yang ada
pada unit janin-plasenta terputus. Sistem sirkulasi bayi baru lahir sekarang
merupakan sistem sirkulasi tertutup, bertekanan tinggi, dan berdiri sendiri.
Efek yang segera terjadi setelah tali pusat diklem adalah peningkatan tahanan
pembuluh darah sistemik (systemic
vascular resistence). Peningkatan ini terjadi pada waktu yang bersamaan dengan
tarikan nafas pertama BBL. Oksigen dari nafas pertama tersebut menyebabkan
sistem pembuluh darah paru relaksasi dan terbuka. Paru sekarang menjadi sistem
yang bertekanan rendah.
Kombinasi tekanan yang meningkat dalam sirkulasi sistemik,
tetapi menurun dalam sirkulasi paru menyebabkan perubahan tekanan aliran darah
dalam jantung. Tekanan akibat peningkatan aliran darah di sisi kiri jantung
menyebabkan foramen ovale menutup. Duktus arteriosus, yang mengalirkan darah
plasenta teroksigenasi ke otak dalam kehidupan janin, sekarang tidak lagi
diperlukan. Dalam 48 jam duktus itu mengecil dan secara fungsional menutup
akibat penurunan kadar prostaglandin E2 yang sebelumnya disuplai oleh plasenta.
Darah teroksigenasi ini yang sekarang secara rutin mengalir melalui duktus
arteriosus, juga menyebabkan duktus itu mengecil. Akibat perubahan dalam
tahanan sistemik dan paru, dan penutupan pintu duktus arteriosus serta foramen
ovale melengkapi perubahan radikal pada anatomi dan fisiologi jantung. Darah
yang tidak kaya oksigen masuk ke jantung neonates, menjadi teroksigenasi
sepenuhnya di dalam paru dan dipompa ke semua jaringan tubuh lainnya.
III.
Termoregulasi dan adaptasi fisiologi sistem
metabolisme
Bayi baru lahir memiliki kecenderungan menjadi cepat stress
karena perubahan suhu lingkungan. Karena suhu di dalam uterus berfluktuasi
sedikit, janin tidak perlu mengatur suhu. Suhu janin biasanya lebih tinggi 0,60C
dari pada suhu ibu. Pada saat lahir, faktor yang berperan dalam kehilangan
panas pada bayi baru lahir meliputi area permukaan tubuh bayi baru lahir yang
luas, berbagai tingkat insulsi lemak subkutan, dan derajat fleksi otot.
Kemampuan bayi baru lahir tidak stabil dalam mengendalikan suhu secara adekuat
sampai dua hari setelah lahir.
Pasca lahir, neonatus harus menyesuaikan terhadap lingkungan
dengan suhu yang lebih rendah. Bayi baru lahir sangat rentan terhadap hipotermi
karena :
a. Memiliki
area permukaan tubuh yang relatif besar dibandingkan massanya, sehingga
terdapat ketidakseimbangan antara pembentukan panas (yang berhubungan dengan
massa), dengan kehilangan panas (yang berhubungan dengan luas permukaan tubuh)
b. Memiliki
kulit yang tipis dan permeabel terhadap panas
c. Memiliki
lemak subkutan yang sedikit untuk insulasi (penahan panas)
d. Memiliki
kapasitas yang masih terbatas untuk membentuk
panas, karena bergantung pada thermogenesis tanpa menggigil dengan menggunakan
jaringan adiposa (lemak) bentuk khusus yaitu lemak coklat (the brown fat), yang terdistribusi di area leher, di antara
scapula, dan di sekitar ginjal dan adrenal.
e. Kemampuannya
untuk menghasilkan panas dan respons simpatis yang sangat buruk, menggigil
hanya terjadi pada suhu kurang dari 160C pada bayi aterm dan tidak
terjadi pada bayi prematur sampai usia 2 minggu.
f.
Bayi prematur tidak dapat meringkuk untuk
mengurangi terpajannya kulit.
Bahaya yang dapat ditimbulkan dari hipotermi adalah
peningktana konsumsi oksigen dan energi sehingga menyebabkan hipoksia, asidosis
metabolik, dan hipoglikemia, apnea, cedera dingin pada neonatus, berkurangnya
koagulabilitas darah, kegagalan untuk menambah berat badan, dan meningkatkan
kematian bayi baru lahir.
Kehilangan panas pada neonatus dapat melalui beberapa
mekanisme, yaitu : (1) radiasi, (2) konveksi, (3) konduksi, dan (4) evaporasi
melalui kulit. Hal ini bisa dikurangi bilamana bayi dikondisikan agar berada
dalam lingkungan yang hangat (21-240C).
a. Kehilangan
panas melalui konveksi ditentukan oleh perbedaan antara suhu kulit dan udara,
area kulit yang terpajan udara, dan pergerakan udara sekitar. Konveksi
merupakan penyebab penting kehilangan panas pada bayi baru lahir dan dapat
diminimalkan dengan : 1) memakaikan baju bayi, 2) meningkatkan suhu udara, 3)
menghindari aliran udara.
b. Kehilangan
panas melalui konduksi adalah kehilangan panas dengan cara perpindahan panas
dari kulit bayi ke permukaan padat dimana bayi berkontak langsung
c. Kehilangan
panas melalui radiasi bergantung pada perbedaan suhu antara kulit dan permukaan
di sekelilingnya, yaitu dinding isolator (incubator), atau jika di bawah
pengaruh penghangat radian, jendela dan dinding ruangan. Bayi kehilangan panas
melalui gelombang elektromagnetik dari kulit ke permukaan sekitar
d. Kehilangan
panas melalui evaporasi terjadi pada saat lahir, ketika kulit basah bayi harus
dikeringkan dan dibungkus dengan handuk hangat. Panas hilang ketika air menguap
dari kulit atau pernapasan
Persalinan membutuhkan energi terutama pada bayi untuk usaha
bernafas, aktifitas otot, dan lain sebagainya sehingga bayi baru lahir harus
mengambil cadangan makanan untuk mempertahankan kadar glukosa darah sehingga
tidak terjadi hipoglikemia. Disebut hipoglikemia jika pada bayi baru lahir
kadar glukosa serum kurang dari 45 mg% selama beberapa hari pertama kehidupan.
Untuk mencegah kondisi hipoglikemia, terjadi respon adaptif
dalam metabolisme yaitu yang pertama terjadi pada bayi baru lahir adalah
peningkatan glikogenolisis yang cepat
dari hepar dalam 24 jam (BBL memanfaatkan glukosa 2 kali lipat orang dewasa). Selain
itu juga berlangsung glukoneogenesis
(pembentukan glukosa dari zat nonkarbohidrat misalnya lemak dan protein) dan
liposis dimulai saat lahir sehingga FFA (free
fatty acid atau asam lemak bebas) dalam plasma meningkat 3 kali lipat yang
dapat meningkatkan risiko terjadinya asidosis metabolik.
IV.
Perubahan pada sistem Hematologi
Pada janin, tekanan oksigen rendah. Untuk mengkompensasi hal
ini, hemoglobin fetal (Hb F) memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dan Hb F
ini memiliki afinitas terhadap oksigen yang lebih tinggi dibandingkan dengan
hemoglobin dewasa (Hb A). Oleh karena itu, saat lahir konsentrasi Hb jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan saat dewasa. Hb juga dipengaruhi oleh waktu
penjepitan tali pusat pada saat lahir dan posisi bayi relatif terhadap
plasenta. Jika tali pusat langsung dijepit, Hb akan lebih rendah jika
dibandingkan dengan bayi yang mendapatkan transfuse plasental akibat penjepitan
yang terlambat dan dengan bayi diletakkan lebih rendah daari plasenta.
Untuk saat ini salah satu perawataan rutin pada BBL adalah
pemberian vitamin K sebagai profilaksis terhadap penyakit perdarahan pada BBL.
Vitamin K dapat diberikan dalam dosis besar tunggal melalui injeksi
intramuscular yang memberikan pencegahan yang dapat dipercaya. Vitamin K dapaat
membantu sintesis protrombin di hepar bayi sehingga dapat mengurangi
manifestasi perdarahan kulit yang umumnya terjadi pada BBL.
V.
Perubahan Pada Sistem Gastrointestinal
Sistem gastrointestinal pada bayi baru lahir cukup bulan
relatif matur. Sebelum lahir, janin cukup bulan mempraktikkan perilaku mengisap
dan menelan. Refleks muntah dan batuk yang matur telah lengkap pada saat
lahir. Sfingter jantung (sambungan
esophagus bawah dan lambung) tidak sempurna, yang membuat regurgitasi isi
lambung dalam jumlah banyak pada bayi baru lahir dan bayi muda. Kapasitas
lambung pada bayi cukup terbatas, kurang dari 30 cc untuk bayi baru lahir cukup
bulan.
Usus bayi baru lahir relatif tidak matur. Sistem otot yang
menyusun organ tersebut lebih tipis dan kurang efisien dibandingkan pada orang
dewasa sehingga gelombang peristaltic tidak dapat diprediksikan. Kolon pada BBL kurang efisien menyimpan
cairan dari pada kolon orang dewasa sehingga BBL cenderung mengalami komplikasi
kehilangan cairan. Kondisi ini membuat penyakit diare kemungkinan besar serius
pada bayi muda.
VI.
Perubahan Pada Sistem Imun
Sistem imun neonatus tidak matur pada sejumlah tingkat yang
signifikan. Ketidakmaturan fungsional ini membuat neonatus rentan terhadap
banyak infeksi dan respons alergi. Sistem imun yang matur memberikan baik
imunitas alami maupun yang diadapat.
Imunitas alami terdiri dari struktur tubuh yang mencegah atau
meminimalkan infeksi. Beberapa contoh imunitas alami meliputi (1) perlindungan
barier yang diberikan oleh kulit dan membran mukosa, (2) kerja seperi saringan
saluran pernafasan, (3) kolonisasi pada kulit dan usus oleh mikroba pelindung,
dan (4) perlindungan kimia yang diberikan oleh lingkungan asam pada lambung.
Imunitas alami juga tersedia pada tingkat sel oleh sel-sel darah yang tersedia
pada saat lahir untuk membantu bayi baru lahir membunuh mikroorganisme asing.
Tiga tipe sel yang bekerja melalui fagositosis : (1) neutrofil
polimorfonuklear, (2) monosit, (3) makrofag.
Imunitas yang didapat janin melalui perjalanan transpalsenta
dari immunoglobulin varietas IgG. Imunoglobulin lain seperti IgM dan IgA tidak
dapat melewati plasenta. Neonatus tidak
akan memiliki kekebalan pasif terhadap penyakit atau mikroba kecuali jika ibu
berespons terhadap infeksi-infeksi tersebut selama hidupnya. Secara bertahap
bayi muda mulai menghasilkan antibodi sirkulasi IgG yang adekuat. Respons
antibodi penuh terjadi bersamaan dengan pengurangan IgG yang di dapat pada masa
prenatal dari ibu.
VII.
Perubahan Pada Sistem Ginjal
Ginjal
BBL menunjukkan penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi
glomerulus. Kondisi ini mudah menyebabkan retensi cairan dan intoksikasi air.
Fungsi tubulus tidak matur sehingga menyebabkan kehilangan natrium dalam jumlah
besar dan ketidakseimbangan elektrolit lain. Bayi baru lahir tidak mampu
mengosentrasikan urine dengan baik, yang tercermin dalam berat jenis urine dan
osmolalitas yang rendah. Bayi baru lahir mengekresikan sedikit urine pada 48
jam pertama kehidupan, seringkali hanya 30-60 ml.
VIII.
Ikterus Neonatorum Fisiologis
Ikterus
neonatorum terjadi pada sekitar 60% bayi baru lahir yang sehat. Pada sebagian
besar kasus kondisi ini merupakan bagian dari adaptasi terhadap kehidupan
ekstrauterine. Bayi mengalami ikterus akibat :
a. Konsentrasi
hemoglobin yang tinggi saat lahir dan menurun dengan cepat selama beberapa hari
pertama kehidupan
b. Umur
eritrosit pada bayi baru lahir lebih pendek dari pada eritrosit pada orang
dewasa, sehingga banyak eritrosit yang hemolisis. Akibat hemolisis maka
hemoglobin yang terkandung di dalamnya terurai menjadi bilirubin tak
terkonjugasi (indirek)
c. Imaturitas
enzim-enzim hepar, khususnya UDP-glukoronil transferase pada BBL menyebabkan
gangguan proses konjugasi bilirubin indirek dan ekskresinya.
Ikterus
perlu mendapatkan perhatian khusus karena kadar bilirubin indirek yang tinggi
dapat memasuki sawar darah-otak sehingga mengakibatkan kernikterus yang sudah
tentu membahayakan bayi.
Bilirubin merupakan produk dari metabolisme hemoglobin dan
protein hem lainnya. Produk pemecahan awal adalah bilirubin tak terkonjugasi
(bilirubin indirek), yang dibawa di dalam darah dalam keadaan terikat dengan
albumin. Ketika ikatan albumin tersaturasi, bilirubin tak terkonjugasi yang
bebas dapat melewati sawar darah otak karena bersifat larut lemak. Bilirubin tak terkonjugasi yang berikatan
dengan albumin dikonjugasi di hati (bilirubin direk), yang diekskresikan
melalui saluran empedu ke dalam saluran cerna. Sebagian bilirubin diabsorpsi kembali dari
saluran cerna .
Kernikterus merupakan ensefalopati bilirubin
yang disebabkan oleh deposisi bilirubin indirek di ganglia basalis dan nukleus
batang otak. Kondisi ini dapat mengakibatkan iritabilitas, letargis, sulit
makan, demam, dan hipertonisitas otot-otot yang bersifat akut yang menyebabkan
kekakuan pada leher dan batang tubuh dan kejang, koma, dan kematian.
Konsekuensi jangka panjang mencakup dysplasia dental, kehilangan pendengaran
neurosensorik frekuensi tinggi, paralisis pada gerakan bola mata ke arah atas,
serebral palsy athenoid, dan kesulitan belajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar